Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Budaya

UPACARA ADAT MITONI ( 7 BULAN KEHAMILAN )

Dalam tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata ‘am’ (awalan am menunjukkan kata kerja) + ’7′ (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan agar jabang bayi dalam kandungan dan sang ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan. Mitoni tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang dianggap baik untuk menyelenggarakan upacara mitoni. Hari baik untuk upacara mitoni adalah hari Selasa (Senin malam, selasa pagi/siang) atau Sabtu (Jumat malam, sabtu pagi/siang ). Sedangkan tempat untuk menyelenggarakan upacara biasanya dipilih di depan suatu tempat yang biasa disebut dengan pasren, yaitu senthong tengah. Pasren erat sekali dengan kaum petani sebagai tem

BUBUR MERAH PUTIH UNTUK SELAMATAN WETON

Kepercayaan Jawa mengatakan “bancakan” - weton dilakukan pada malam hari weton. Weton merupakan kombinasi hari penanggalan masehi dan hari penanggalan Jawa. Kalau penanggalan masehi punya hari Minggu – Sabtu, penanggalan Jawa mengenal istilah “pasaran” yang terdiri dari: Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing. Misalkan seseorang yg terlahir pada tanggal 19 Desember 2013, maka, menurut penanggalan Jawa, ia memiliki weton Kamis Pahing. Jadi setiap malam hari Kamis Pahing disarankan untuk melakukan bancakan. Mengapa dilakukan bancakan bubur merah putih? Hal ini untuk mengingatkan akan proses kelahiran kita yaitu menyatunya bapak dan ibu yang dilambangkan dalam bentuk bubur merah (perlambang ibu) dan putih (perlambang bapak). Kemudian bubur tadi dibagikan ke para tetangga dan saudara terdekat. Terkadang bagi-bagi bancaan ini bisa dibarengi dengan nasi gudangan, nasi ayam, nasi kotak ataupun dalam bentuk lain. Manfaat dan tujuan bancakan weton adalah untuk “ ngopahi sing momong ”, karena

JILBAB MERUSAK ORIGINALITAS TARI TRADISI

JILBAB MERUSAK ORIGINALITAS TARI TRADISI Prof. Dr. Sri Rochana W, S.Kar., M.Hum (paling kanan) Meski sudah berusia tidak muda lagi, namun gerak dan aura seorang penari tradisional terlihat memancar dari Rektor Institut Seni Indonesia ( ISI ) Surakarta Prof. Dr. Sri Rochana Widyastutieningrum, S.Kar., M.hum.  Prof Anna, panggilan akrab beliau, membawakan sebuah tari tradisi yaitu tari Bedhaya Tolu. Bersama 6 penari lainnya, yang juga para dosen di ISI Surakarta menari bersama pada Gelar Karya Empu yang dilaksanakan pada hari Senin, 15 Pebruari 2016 pukul 19.30 di Pendapa ISI Surakarta. Gelar budaya ini dihadiri sejumlah tamu undangan dan dibuka untuk umum, sehingga dipadati banyak penonton baik dari akademisi ISI Surakarta, warga kota Solo, hingga turis mancanegara. Malam itu, Prof Anna yang seorang muslimah dan kesehariannya mengenakan busana berjilbab, membawakan tari Bedhaya Tolu dengan kostum tari asli tanpa mengenakan jilbab. Hal ini sungguh menunjukkan sebuah ketelada

TATA RITUAL PAGUYUBAN BUDAYA BANGSA (PBB) PUSAT KEBUMEN

Paguyuban Budaya Bangsa (PBB) di Kabupaten Kebumen merupakan sebuah organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Penganut Kepercayaan yang tergabung dalam Paguyuban ini tidak hanya warga masyarakat Kebumen, melainkan juga ada yang berasal dari daerah Banjarnengara, Banyumas, Cilacap, Purworejo, bahkan dari luar jawa yaitu Lampung.  Sekretariat PBB Pusat berlokasi di Jl. Sumatra No.9 Rt.02 - Rw 09 Kelurahan Wonokriyo – Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen, sebagai Ketua Umum adalah Bp. Adji Tjaroko. Pada hari Sabtu Kliwon malam Minggu Legi (26/04), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Tengah mengadakan acara perekaman tata ritual warga penghayat di Paguyuban Budaya Bangsa ini. diikuti kurang lebih 200 anggota paguyuban dan dihadiri pejabat setempat acara perekaman ini meliputi tata cara meditasi/sembahyang dan pernikahan adat/penghayat.  Acara dibuka dengan upacara pembukaan di gedung pertemuan PBB Kebumen. Acara ini dihadiri Kepala Seksi Nilai Budaya Disbu

Ritual Tungguk Tembakau, Tradisi Petik Tembakau Awali Panen Di Boyolali

Boyolali – Warga Desa Senden, Kecamatan Selo, Boyolali menggelar tradisi Tungguk Tembakau, Rabu (3/8). Ritual Tungguk Tembakau adalah ungkapan syukur para petani tembakau kepada Tuhan atas hasi panen tembakau tahun ini. barisan depan kirab menuju makam petilasan Ritual diawali dengan kirab gunungan tembakau, gabungan hasil bumi, dan diiringi sejumlah kesenian tradisional. Kirab dilakukan dari Balai Desa Senden hingga makam petilasan Gunungsari yang berada di puncak bukit kaki gunung Merbabu tersebut. Ribuan warga tampak antusias mengikuti kirab meski harus berjalan kaki menanjak hampir 2 km. Dalam ritual tersebut, para warga mengenakan pakaian adat. Kirab gunungan tembakau oleh para petani tembakau Ritual yang mereka laksanakan bisa diartikan sebagai doa agar jerih payah petani selama enam bulan mulai dari mengolah lahan hingga panen tembakau bisa terbayarkan dengan panen yang melimpah. Pelaksanaan ritual tahun ini dibuat cukup meriah dan serentak dilaksanakan oleh warga di

Busana Kejawen

Perumpamaan Dalam Busana Kejawen Busana adat Jawa biasa disebut sebagai busana kejawen yang mempunyai perlambang atau perumpamaan terutama bagi orang Jawa yang biasa mengenakannya. Busana kejawen penuh dengan piwulang sinandhi, kaya akan ajaran tersirat yang terkait dengan filosofi Jawa. Ajaran dalam busana kejawen ini merupakan ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni, yang berkaitan dengan aktivitasnya sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan sesame manusia, dengan diri sendiri, maupun dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. 1. Iket Iket adalah tali kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk penutup kepala. Cara mengenakan iket harus kenceng, kuat, supaya ikatannya tidak mudah terlepas. Bagi orang JAwa arti iket adalah hendaknya manusia mempunyai pemikiran yang kenceang, tidak mudah terombang-ambing hanya karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang. 2. Udheng Udheng dikenakan di kepala dengan cara mengenakannya seperti mengenakan sebuah

Upacara Perkawinan Tradisional Jawa

Upacara Perkawinan Tradisional Jawa Hubungan cinta kasih wanita dengan pria, setelah melalui proses dan pertimbangan , biasanya dimantapkan dalam sebuah tali perkawinan, hubungan dan hidup bersama secara resmi selaku suami istri dari segi hukum, agama dan adat.. Di Jawa seperti juga ditempat lain, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena keputusan dua insan yang saling jatuh cinta.Itu merupakan hal yang prinsip. Meski ada juga perkawinan yang terjadi karena dijodohkan orang tua yang terjadi dimasa lalu.Sementara orang-orang tua zaman dulu berkilah melalui pepatah : Witing tresno jalaran soko kulino, artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa. Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang berlaku, kedua insan yang berkasihan akan memberitahu keluarga masing-masing bahwa mereka telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya. Bibit, Bebet, Bobot Se