Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Ajaran

Ajaran Jawa adalah ajaran kejawen leluhur

Delapan Ajaran Jawa adalah ajaran kejawen leluhur yang dilestarikan oleh Tumenggung Majapahit KRT. WIRAGATI pada abad 14 Delapan ajaran Jawa yang dimaksud adalah : 1. Ora Mateni Sakabehe, artinya tidak membunuh apa saja, semua mahluk hidup harus dicintai dengan sungguh-sungguh baik tumbuhan maupun hewan apalagi manusia, pada sebagian besar hewan mengenal rasa sakit, kecuali hewan di air, jiwa dikehidupan yang mengenal rasa adalah percikan Tuhan yang akan berbalik menjadi energi negatif bagi diri mahluk hidup yang menyakiti, apabila disakiti, membunuh dalam konteks menyakiti tidak diperkenankan karena merupakan perbuatan kejam. Apapun alasannya setiap pembunuhan adalah menyakiti dan untuk mencapai kesucian jiwa maka membunuh apapun akan dapat menodai kesucian tersebut.membunuh hanya dapat dilakukan oleh jiwa-jiwa rendah seperti hewan dan pembunuh akan sangat sulit mencapai alam tengah.  2. Ora Ngrusak Sakabehe, artinya tidak merusak apa saja.,merusak alam merusak diri sendiri da

Paribasan Kejawen

Adigang Adidung Adiguno Adiwacara. Menyombongkan apa pun yang dimilikinya Adigang,adigung,adiguna. Merasa paling kuat, merasa paling agung, merasa paling penting Aja dumeh wong gedhe. Jangan mentang-mentang jadi pembesar Ajining diri dumunung ana ing lathi, ajining raga ana ing busana. Nilai diri terletak di mulut, nilai fisik terletak pada pakaian Ala lan becik iku gandhengane, kabeh kuwi saka karsaning Pangeran. Buruk dan baik itu saling berkaitan, semua itu atas kehendak Tuhan. Alon-alon waton kelakon. Pelan-pelan saja asal berhasil Ana catur mungkur. Ada adu mulut/ pertentangan selalu dihindari Anak polah bapa kepradah Tingkah polah anak, orang tua ikut menanggung akibatnya Asu gedhe menang kerahe. Pangkat tinggi, pasti lebih menang dalam berperkara

Tuhan dalam Pandangan Orang Jawa : Sebuah Tinjauan Hinduism dan Kejawen

Tuhan adalah “Sangkan Paraning Dumadi”. Ia adalah sang Sangkan sekaligus sang Paran, karena itu juga disebut Sang Hyang Sangkan Paran. Ia hanya satu, tanpa kembaran, dalam bahasa Jawa dikatakan Pangeran iku mung sajuga, tan kinembari . Orang Jawa biasa menyebut “Pangeran” artinya raja, sama dengan pengertian “Ida Ratu” di Bali. Masyarakat tradisional sering mengartikan “Pangeran” dengan “kirata basa”. Katanya pangeran berasal dari kata “pangengeran”, yang artinya “tempat bernaung atau berlindung”, yang di Bali disebut “sweca”. Sedang wujudNYA tak tergambarkan, karena pikiran tak mampu mencapaiNYA dan kata kata tak dapat menerangkanNYA. Didefinisikan pun tidak mungkin, sebab kata-kata hanyalah produk pikiran hingga tak dapat digunakan untuk menggambarkan kebenaranNYA. Karena itu orang Jawa menyebutnya “tan kena kinaya ngapa” ( tak dapat disepertikan). Artinya sama dengan sebutan “Acintya” dalam ajaran Hindu. Terhadap Tuhan, manusia hanya bisa memberikan sebutan sehubungan dengan peranan

Implementasi Konsep Pendidikan Kepercayaan

Oct 14, 2016 Admin Artikel 0 Oleh: Ceprudin Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 27/2016 tentang Layanan Pendidikan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tidak serta merta menyelesaikan persoalan pendidikan agama bagi siswa penganut kepercayaan. Permendikbud yang ditandatangani Anies Baswedan pada 22 Juli 2016 ini masih sangat umum. Karenanya, membutuhkan kebijakan yang lebih teknis untuk operasional penyediaan mata pelajaran kepercayaan di setiap satuan pendidikan. Adanya fasilitas pelajaran kepercayaan, setidaknya hambatan seperti yang menimpa Zulfa Nur Rohman di